Ketapang – Kalimantan Barat – Sejumlah warga desa Tempurukan, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang mengeluhkan susahnya mengurus administrasi pertanahan di pemerintahan Desa.
Diduga kuat ada permainan Mafia tanah, sehingga warga kesulitan saat hendak membuat Surat keterangan tanah(SKT), sementara untuk kepentingan oknum pengurusan itu dengan mudah dipenuhi oleh perangkat desa.
Seperti penuturan Efen warga Tempurukan yang hendak membuat SKT namun sudah 1 tahun belum juga ada kejelasan.
“Awalnya saya ada beli tanah sama Yandi, lebar 10 panjang sampai ke Sungai yang dibuktikan dengan Kwitansi jual beli. Lama kelamaan tanah tersebut saya kapling kan, dan dijual dengan kawan tanpa ada surat hanya saling percaya. Kemudian saya beli lagi tanah dengan Yandi secara kredit kaplingan dan saya ambil 2 kapling, dan kawan saya juga ngambil 1 kapling. Kemudian atas usulan kawan agar dibuatkan surat agar genah kata kawan saya,” tutur Efen Senin(14/08/2023).
Lanjut Efen menuturkan, atas saran temannya kemudian dia pun minta dibikinkan surat, dan tak lama kemudian SKT pun jadi dan ditandatangani lah oleh Efen, namun Efen mengaku tidak tau bagaimana cara temannya membuat SKT.
” Saya tak tau bagaimana cara dia bikin, saat disodorkan sayapun menandatanganinya. Setelah selang beberapa waktu kemudian, tanah yang saya beli pertama dengan kawan itu ada yang mamembeli dan sayapun mau bikin SKT, kemudian saya datangi pak RT, dan Pak RT bilang ” Isi saja formulir”, dan saya pun mengisi formulir kemudian saya antarkan yang saat itu pak RT tidak di rumah lalu saya titip dengan anaknya dan sayapun berpesan agar disampaikan pada bapaknya, ” lanjut Efen.
Setelah semingu kemudian Efen pun menanyakan SKT pada pak RT, namun disampaikan RT bahwa SKT nya belum jadi, dan formulir di antar ke Kepala Dusun. Namun setelah ditunggu cukup lama tidak ada kabar berita Efen kembali mempertanyakan kepada RT tetapi dijawab oleh RT tidak tau.
” Entah sudah disampaikan ke pak Kadus atau belum, ” kata Efen menirukan ucapan RT.
Menurut Efen, pada awal dia menanyakan bahwa formulir sudah disampaikan pak RT pada Pak Kadus Sidik, dan Efen sempat marah pada pak RT, dan setelah itu muncullah SKT tersebut berselang dua hari kemudian. Namun ada kesalahan pada SKT tersebut.
Karena ada kesalahan SKT tersebut dibawa Pak RT lagi ke Kantor Desa pada hari itu juga.
” Setelah jadi SKT tersebut saya bawalah ke Orang yang membeli tanah itu, anehnya setelah saya baca ternyata yang tertera bukan nama saya tapi nama orng lain. Setelah saya usulkan kembali dijawab lah bahwa diatas tanah yang saya beli itu sudah ada sertifikat tidak bisa dibuat SKT, ” terang Efen.
Ada kejanggalan, sebelumnya dirtanah yang sama bisa terbit SKT, namun setelah beberapa SKT terbit dikabarkan bahwa diatas tanah yang dibuat SKT sudah bersertifikat, namun Pihak terkait tidak bisa menunjukan fisik Sertikat yang dimaksud.
Dijelaskan Efen bahwa sempat mediasi di Kantor Desa yang difasilitasi oleh Pj. Kades, namun ada pihak yang terkait tidak di undang oleh Pj. Kades.
” Kita sempat dimediasi oleh Pj. Kades tapi ada dua orang yang tidak diundang, sehingga tidak ada solusi didapat, tapi pak Pj saat itu berjanji siap membuatkan surat penyerahan HAK dan surat Jual-Beli yang ditandatangani oleh ahli waris dan surat dimaksud sudah ada. Tapi saat kami minta hadirkan Sertifikat asli barang tersebut tidak bisa ditunjjtkan hingga pak Pj.berakhir masa jabatannya, ” Jelasnya.
Informasi disampaikan bahwa sertifikat yang dimaksud mau dimusnahkan.
” Ada informasi disampaikan Cak kalau sertifikat tersebut mau dimusnahkan, ” cetus Efen.
Guna mencari kejelasan team memui warga yang disebut cak dan membenarkan kalau ada yang hendak memusnahkan sertifikat yang dimaksud.
” Irham selalu Ketua BPD mengatakan, kalau Sertifikat tersebut dimusnahkan saja, agar di tanah tersebut dibuatkan SKT tapi sertifikat itu jangan ditimbulkan lagi, ” terang Cak.
Menurut keterangan Cak dengan dimusnahkannya Sertifikat kemudian muncul lah SKT saat itu.
“pak Kadusnya Eman, pak Kades nya Apok, pak RTnya mungkin to, ” ujar Cak.
Mengacu pada Pasal 53 undang Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008, yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum atau badan publik yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak dan atau menghilangkan dokumen informasi publik bisa dipidana dua tahun penjara.
Selain itu, Pasal 86 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 dipidana maksimal 10 tahun penjara.
Sampai berita ini diterbitkan baik Pj. Kades maupun BPD dan Kepala Dusun belum bisa dikonfirmasi, dan team masih berupaya mencari keterangan dari pihak terkait
(TEAM)