Ketapang – Kalimantan Barat – Hakim Pangadilan Negeri Ketapang Kalimantan Barat menjatuhkan Vonis hukuman mati terhadap Iswardi-pengasuh pondok pesantren Al-Akbar Ketapang pada
Tanggal 17 Mei 2023 dengan putusan nomor: 11/Pid.sus/2023/PN KTP dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur.
Putusan pengadilan Negeri Ketapang ini merupakan hari yang bersejarah bagi para pelaku kekerasan seksual di Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Kalangan aktivis perlindungan anak bersorak gembira dan ada yang menangis terharu. Meskipun jaksa penuntut umum menuntut hanya 20 tahun penjara tetapi hakim pengadilan negeri Ketapang secara independen memutuskan hukuman mati terhadap Iswardi (terdakwa).
Awalnya Jaksa Penuntut Umum kejaksaan Negeri Ketapang Kalimantan Barat menggunakan dakwaan pasal 81 ayat 3 dan pasal 82 ayat 2 UU No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut tertulis, ayat (3), “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sedangkan ayat (1) tertulis “Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Pasal 76 D yakni “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”
Dakwaan Hakim Pengadilan Negeri Ketapang Tingkat Pertama yakni: pasal 81 ayat (5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 2O (dua puluh) tahun.
” Atas Putusan Pengadilan Negeri Ketapang yang menjatuhkan Putusan Pidana mati, “Iswardi” melakukan upaya banding”
Iswardi (Terdakwa) Atas putusan pengadilan Negeri Ketapang yang menjatuhkan hukuman mati terhadap dirinya melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Pontianak Kalimantan Barat. Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Kalbar Nomor 168/PID_SUS/2023/PT PTK t; Menimbang bahwa Majelis Tingkat banding ( Pengadilan Tinggi Pontianak Kalimantan Barat) tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama (pengadilan Negeri Ketapang) yang menyatakan “bahwa meskipun Pasal 81 ayat 5 tersebut tidak didakwakan oleh Penuntut Umum, namun dengan memperhatikan surat tuntutan Penuntut Umum serta akibat yang ditimbulkan oleh terdakwa, dan perbuatan terdakwa secara nyata terbukti memenuhi ketentuan Pasal 81 ayat 5 jo pasal 76 D UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo UU No.17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, menurut Majelis Hakim pengadilan Negeri Ketapang Kalimantan Barat dapat diterapkan dalam perkara ini.
Namun Majelis Hakim tingkat banding ( pengadilan Tinggi Pontianak Kalbar ) tidak sependapat, karena menurut majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak Kalimantan Barat itu merupakan Pelanggaran dalam Hukum Acara. Hakim Pengadilan Negeri Ketapang dianggap menambah-nambah dakwaan karena surat Dakwaan menjadi kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sehingga mengadili hal yang tidak didakwakan itu bertentangan dengan asas legalitas yang menjadi fondasi negara hukum.
Pertimbangan Majelis pengadilan Negeri Ketapang (Tingkat Pertama) yang memeriksa dan mengadili dengan menambah ketentuan Pasal 81 ayat 5 dianggap bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan,
khususnya bertentangan dengan Hukum Acara Pidana dan bertentangan dengan hak-hak terdakwa dan rasa keadilan.
Dengan pertimbangan tersebutlah Hakim pengadilan Tinggi Pontianak Kalimantan Barat di tingkat banding mengabulkan tuntutan Penasihat Hukum Terdakwa dan mengembalikan vonis sesuai tuntutan JPU yakni sesuai pasal 81 ayat 3 dan pasal 82 ayat 2 yang hukuman maksimalnya hanya 20 tahun penjara.
Kejaksaan Negeri Ketapang, Melalui Kepala seksi Tindak Pidana Umum Novan Arianto, SH saat di konfermasi sabtu 19/8/2023 terkait putusan pengadilan tinggi Pontianak Kalimantan Barat yang menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap terdakwa Iswardi kasus kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur, kejaksaan Negeri Ketapang Akan melakukan Kasasi. Ungkap Novan.
Diwaktu Yang sama Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak daerah kabupaten Ketapang (KPPAD) Elias Ngiuk, S.Sn, Sabtu 19/8/23 saat di mintai tanggapan atas putusan Pengadilan Tinggi Pontianak tersebut Menurut Elias, dari fakta hukum yang terjadi, vonis hakim tingkat pertama sudah sesuai fakta yang terjadi dan sesuai dengan pasal 81 ayat 5 dimana korban kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa lebih dari 3 orang korban.
Masih menurut Elias yang pernah membantu menyusun dan menang dalam yudisial review terhadap undang-undang kehutanan ini mestinya Hakim di Pengadilan Tinggi dapat sejalan dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri Tingkat Pertama karena berdasarkan Yurisprudensi di Mahkamah Agung Regno: 818 K/Pid/1984, hukum acara pidana, walaupun yang dituduhkan adalah pasal 310 KUHP, terdakwa dapat dipersalahkan dan dihukum karena melanggar pasal 315 KUHP.
Apalagi putusan hakim tingkat pertama sebenarnya sudah selaras dengan tuntutan JPU-karena fakta hukumnya masih sejalan dengan yang divoniskan.
Elias meminta Komisi Yudisial memeriksa perkara ini agar hakim di tingkat Pengadilan Tinggi tidak gegabah dalam mengadili perkara. Ungkap eliyas.
Red/Tim